seputarjogja.id, Jogja – Kompleks Makam Imogiri adalah kompleks permakaman raja-raja Mataram Islam. Kompleks Makam Imogiri terletak di Dusun Pajimatan, Girirejo, Kapanewon Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Lokasi Makam Imogiri berada sekitar 12 kilometer di selatan Kota Jogja. Dikutip dari website BPCB DIY, berikut ini 7 fakta Makam Imogiri, Kompleks Permakaman Raja Mataram Islam:
1. Dibangun Sultan Agung
Kompleks Makam Imogiri adalah kompleks permakaman raja-raja Mataram Islam yang dibangun oleh Sultan Agung pada tahun 1632. Lokasinya berada di bukit Merak yang dinamai Pajimatan Imagiri.
Di bawah gunung tersebut terdapat Dusun Pajimatan yaitu permukiman para abdi dalem yang bertanggung jawab atas pemeliharaan Kompleks Makam Imogiri beserta upacara-upacara yang diadakan di makam tersebut.
Beberapa sumber tertulis seperti Babad Momana dan Babad ing Sangkala, menyebutkan bahwa Sultan Agung memerintahkan pembuatan permakaman kerajaan di Bukit Merak pada dekade ketiga-keempat abad XVII. Dalam Babad Momana disebutkan, “… awit babad maleh ing redi Merak badhe antakapura … “, (“… awal mulai pembuatan makam lagi di Gunung Merak…”). Pembangunan kompleks permakaman dimulai pada tahun 1554 Saka atau 1632 Masehi.
Nama Pajimatan Imagiri berasal dari gabungan dua suku kata yaitu jimat yang mendapat awalan pa- dan akhiran –an, untuk menunjukkan tempat, sehingga bermakna sebagai “tempat untuk jimat atau tempat pusaka”. Sedangkan Imagiri berasal dari kata ima atau hima (berawan atau awan yang meliputi gunung) dan giri (gunung), sehingga berarti gunung berawan atau gunung yang tinggi<” (PJ. Zoetmulder, 1995). Dengan demikian Pajimatan Imagiri artinya gunung berawan atau gunung tinggi yang merupakan tempat bersemayamnya jimat atau pusaka bagi kerajaan Mataram Islam.
Sebenarnya Sultan Agung telah memerintahkan untuk membangun permakaman keluarga kerajaan di Bukit Girilaya. Namun, karena Panembahan Juminah yang mengawasi pembangunannya permakaman meninggal dan dimakamkan di Girilaya, maka Sultan Agung memerintahkan untuk membuat permakaman baru. Melalui pemilihan lokasi yang tidak sederhana, akhirnya Sultan Agung memilih Bukit Merak sebagai lokasi pembangunan permakaman. Pemilihan lokasi makam di tempat yang tinggi, mengingatkan pada kepercayaan prasejarah bahwa arwah nenek moyang bersemayam di tempat yang tinggi.
2. Raja Pertama yang Dimakamkan di Makam Imogiri
Sultan Agung adalah raja pertama yang dimakamkan di Kompleks Permakaman Imogiri. Dalam konteks ini Sultan Agung yang dimakamkan (sumare) pertama di tempat tersebut merupakan leluhur dan pusaka bagi dinasti Kerajaan Mataram Islam. Oleh karena itu, setelah Sultan Agung wafat dan dimakamkan di Pajimatan Imagiri pada tahun 1646 , kemudian para pangeran, bangsawan, dan keturunannya sampai generasi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta juga dimakamkan di permakaman tersebut.
3. Hak Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta
Sebagai makam tempat leluhur atau pusaka Mataram Islam, maka konsekuensi logisnya pada saat Kerajaan Mataram Islam dibagi menjadi dua kerajaan, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta, tetap menjadi “harta suci” dua kerajaan tersebut. Artinya, bahwa Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta mempunyai hak dan kewajiban merawat makam tersebut.
4. Ratusan Anak Tangga
Kemegahan permakaman Imogiri sudah tampak dari kaki Bukit Merak, karena untuk mencapai situs permakaman di puncak Bukit Merak yang tingginya sekitar 100 mdpl (di atas permukaan laut), harus menapaki sekitar 410 anak tangga.
5. Dibagi Delapan Kelompok Kedaton
Kompleks Makam Pajimatan Imagiri dibagi menjadi delapan kelompok makam di area puncak bukit yang masing-masing disebut kedaton. Berikut ini nama kedelapan kedaton beserta raja-raja yang dimakamkan di masing-masing kedaton tersebut.
- Kedaton Sultan Agungan: Sultan Agung, Sunan Amangkurat II, Sunan Amangkurat III
- Kedaton Pakubuwanan: Sunan Paku Buwana I, Sunan Amangkurat IV, Sunan Paku Buwana II
- Kedaton Bagusan/Kasuwargan: Sunan Paku Buwana III-V
- Kedaton Astana Luhur: Sunan Paku Buwana VI-IX
- Kedaton Girimulyo: Sunan Paku Buwana X-XI
- Kedaton Kasuwargan Yogyakarta: Sultan Hamengku Buwana I dan III
- Kedaton Besiyaran: Sultan Hamengku Buwana IV-VI
- Kedaton Saptarengga: Sultan Hamengku Buwana VII-IX
Makam-makam tersebut ada di dalam cungkup-cungkup, masing-masing dengan gaya arsitektur yang bervariasi. Namun, yang menarik perhatian justru cungkup makam Sultan Agung begitu sederhana, tidak mempunyai hiasan apa pun. Demikian jirat dan nisannya yang terbuat dari sela cendani. Hal ini berbeda dengan makam keturunan-keturunannya. Sebagian di antaranya diberi ornamen, bahkan ada yang nisannya dihiasi perada.
Perlu dicatat bahwa ada dua raja yang tidak dimakamkan di Kompleks Makam Imogiri, karena kondisi yang tidak memungkinkan. Pertama adalah Sunan Amangkurat I yang dimakamkan di Tegalarum, dekat Tegal karena wafat di Wanayasa (suatu tempat di Banyumas Utara). Sultan tersebut meninggal dunia dalam perjalanannya mencari bantuan ke Batavia. Kedua adalah Sultan Hamengku Buwana II yang dimakamkan di Pasareyan Hastana Kitha Ageng, karena wafat pada saat Perang Diponegoro sedang berkecamuk.
6. Masjid Pajimatan
Permakaman Imogiri dilengkapi dengan masjid yang berada di kaki bukit. Masjid ini biasa disebut Masjid Pajimatan. Unsur-unsur kekunoan masjid ini tampak jelas antara lain dari keberadaan parit di depan masjid. Di depan Masjid Pajimatan ini berpangkal tangga untuk naik ke permakaman yang berada di puncak Bukit Merak.
Di ujung tangga naik yang jumlahnya ratusan, terdapat sepasang kolam dan gapura berbentuk candi bentar yang disebut Gapura Supit Urang. Gapura tersebut dilengkapi kelir di belakangnya. Gapura Supit Urang secara simbolis merupakan gapura pertama untuk masuk ke semua permakaman di Imogiri ini, karena gapura lain berbentuk paduraksa yang biasanya digunakan untuk masuk ke halaman-halaman yang lebih dalam.
7. Empat Tempayan
Di halaman Gapura Supit Urang terdapat empat tempayan besar berisi air yang diambil dari mata air Bengkung. Air di keempat tempayan itu dipercaya berkhasiat, sehingga pada upacara nguras enceh yang diadakan setiap Bulan Sura banyak orang yang meminta airnya.