seputarjogja.id, Jogja – Pusat Studi Energi (PSE) Universitas Gadjah Mada (UGM) bekerja sama dengan University Groningen menggelar summer course di kampus UGM. Semua itu untuk membahas energi hidrogen hijau sebagai energi alternatif pengganti energi fosil. UGM, Prof. Ova Emilia mengatakan, bahwa energi hidrogen adalah energi yang potensial sebagai energi dengan kepadatan tinggi. Apalagi, energi tersebut menghasilkan karbon yang rendah.
Selain itu, Ova mengakui bahwa implementasi hidrogen, utamanya di Indonesia masih memiliki sejumlah kendala. Contohnya, kata Ova, biaya hidrogen yang masih mahal dan permasalahan logistik.
“Sehingga diperlukan banyak kolaborasi riset terkait pengembangan bidang teknologi ini. Karena itu kami di UGM berkomitmen untuk secara aktif melakukan riset teknologi hidrogen,” katanya kepada wartawan, Senin (19/8/2024).
Salah satu komitmennya adalah dengan summer course atau kursus musim panas bertrma ‘Hydrogen’s Role in Energy Transition: Perspective and Challenges’.
“Dalam kegiatan ini PSE UGM bersinergi dengan University of Groningen untuk mengadakan kursus yang dirancang untuk memberikan wawasan mendalam dan inovatif tentang energi hidrogen,” ujarnya
Tim Ahli PSE UGM, Prof. Deendarlianto, menambahkan, bahwa saat ini PSE UGM tengah mengembangakan hydrogen valley atau ekosistem yang bermanfaat dengan energi hidrogen di sekitar kampus UGM. Penerapan ekosistem merupakan sebuah kolaborasi jangka panjang yang meliputi meliputi pengembangan, produksi, dan penyimpanan energi hidrogen.
“Pengembangan teknologi ini juga harus diikuti dengan pendekatan multidisiplin sehingga dapat membantu pemerintah dalam pengimplementasian hidrogen di Indonesia,” ucapnya.
Pasalnya, Deendarlianto menilai saat ini sudah perlu bermigrasi ke green hydrogen. Mengingat emisi karbon semakin meningkat dan perlu untuk menurunkan dengan energi tersebut.
“Masa depan dunia itu ada di green hydrogen. Kenapa migrasi ke hidrogen? Karena di dunia internasional memang sedang berupaya mengurangi emisi karbon karena adanya kenaikan suhu bumi melebihi 1,5 derajat Celcius. Maka, perlu menjadikan alam semesta berada di situasi emisi nol,” ujarnya.
Sedangkan Perwakilan University of Groningen, Prof. Bayu Jayawardhana menyebut, bahwa penggunaan teknologi hidrogen dalam satu dekade akhir ini yang mulai marak diterapkan di beberapa negara, salah satunya Belanda. Melalui kerja sama antara UGM dan University of Groningen akan sangat membantu penerapan energi hidrogen.
“Pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki di Groningen dapat membantu penerapan dengan kasus yang unik di Indonesia,” katanya.
Kepala PSE UGM Prof. Sarjiya mengatakan, bahwa melalui kerja sama dengan Universitas Groningen bisa memberikan kesempatan adanya transfer pengetahuan antara UGM dan Groningen soal pemanfaatan energi hidrogen. Nantinya, dalam kursus itu dibagi menjadi dua sorotan, yaitu mengkaji hidrogen dari aspek kebijakan dan aspek teknologi.
“Summer course akan dilaksanakan pada 19-23 Agustus 2024 ini dirancang untuk memberikan wawasan mendalam dan inovatif tentang energi hidrogen,” katanya.
Pada hari pertama dan kedua, kata Sarjiya, peserta akan diajak untuk mendalami potensi hidrogen sebagai energi bersih dan strategi kebijakan untuk ekosistem hidrogen yang berkelanjutan. Hari ketiga sampai hari terakhir, nantinya peserta akan berfokus pada inovasi penelitian dan teknologi terbaru dalam produksi dan aplikasi hidrogen, serta membahas tantangan dan solusi yang dihadapi.
“Selama lima hari ini, peserta akan mendapatkan kesempatan untuk belajar dari para ahli internasional dan nasional, serta membangun jaringan dengan akademisi dan praktisi di bidang energi hidrogen,” ucapnya.