Mengenal Pohon Mentaok dan Sejarahnya dengan Kasultanan Yogya

Pohon Mentaok (dok. DLHK DIY)
Pohon Mentaok (dok. DLHK DIY)

seputarjogja.id, Yogyakarta – Dahulu, ada kawasan hutan yang dikenal bernama alas mentaok. Dan seperti namanya, tumbuhan di hutan tersebut salah satunya adalah pohon mentaok.

Dikutip dari website Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY, Bidang Rehabilitasi dan Konservasi Alam, yang ditulis Muh Taufik J Purwanto dan Puranti Wiji dari berbagai sumber, Rabu 17 November 2021, alas mentaok ini diyakini sebagai lokasi cikal bakal berdirinya Kerajaan Mataram Islam Yogyakarta yang selanjutnya dikenal dengan nama Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Kawasan hutan ini sangat dikenal dalam sejarah dengan peristiwa Babat Alas Mentaok.

Bacaan Lainnya

Dalam sejarah diceritakan bahwa Ki Ageng Giring, Ki Ageng Pemanahan dan Ki Juru Mertani mendapat hadiah tanah perdikan dari Sultan Hadiwijaya, raja Pajang, yang berupa hutan. Kawasan hutan yang berupa hutan mentaok tersebut kemudian dibuka menjadi sebuah hunian yang diberi nama Mataram.

Nama mentaok ini sebenarnya adalah sebuah nama dari salah satu jenis pohon yang ditemukan di wilayah hutan mentaok tersebut. Jenis tanaman ini kini sudah mulai langka dan sulit untuk ditemukan.

Hutan mentaok yang menjadi cikal bakal Kerajaan Mataram dulu, jika ditelusuri saat ini merupakan kawasan di sekitar Kotagede. Di Kotagede saat ini masih dapat ditemukan beberapa batang pohon mentaok asli (bukan hasil penanaman) yang tumbuh di situ. Beberapa lokasi lain yang masih dijumpai jenis tanaman mentaok ini adalah kawasan di pegunungan karst gunung sewu Kabupaten Gunungkidul, seperti yang pernah penulis temukan di kawasan pemukiman penduduk di Desa Wunung, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul.

Sir Thomas Stamford Raffles dalam bukunya yang terkenal “The History of Java” menuliskan mentaok sebagai salah satu jenis tanaman yang tumbuh di Pulau Jawa.

Jenis tanaman ini dikenal oleh masyarakat dengan beberapa nama lokal antara lain: bintaos (masyarakat Sunda, Jawa dan Madura), mentaos (Jawa), benteli lalaki (Sunda), bentawas, tawas (Bali) dan dediteh (Timor). Secara ilmiah jenis tanaman ini mempunyai nama Wrightia javanica A.DC, dengan susunan klasifikasi taksonomis sebagai berikut:

Kingdom: Plantae
Divisi: Tracheophyta,
Kelas: Magnoliopsida,
Ordo: Gentianales,
Familia: Apocinaceae
Genus: Wrightia
Species: Wrightia javanica A.DC

Baca Juga: Sultan HB X Usulkan 1 Maret Hari Besar Nasional

Secara alami jenis tanaman ini juga tersebar di beberapa negara antara lain kawasan selatan Cina, Kamboja, Vietnam, Thailand dan Malaysia. Jenis tanaman ini merupakan penghuni kawasan hutan tropis, hutan musim termasuk hutan muson, semak belukar, hutan savana dengan kondisi kering yang periodik maupun permanen, dalam aspek ketinggian tempat jenis tanaman ini tumbuh dengan baik sampai ketinggian lebih dari 1.000 mdpl.

Pohon Mentaok (dok. DLHK DIY)
Pohon Mentaok (dok. DLHK DIY)

Mentaok merupakan tanaman berhabitus pohon. Tanaman ini bisa mencapai ukuran tinggi hingga 35 meter dengan diameter mencapai 50 cm. Kulit batangnya berwarna abu-abu cokelat hingga kuning kecokelatan, beralur agak dalam. Daun tunggal berbentuk bulat telur dengan ujung daun meruncing. Daun memiliki rambut halus pada bagian permukaan dan pada bagian bawah daun sedikit kasar. Bunga biseksual, berwarna putih kekuning-kuningan atau merah muda hingga merah tua, terdapat dalam bentuk malai pada ujung ranting.

Buah berbentuk lonjong dengan kulit buah yang keras dan memiliki belahan pada bagian tengah. Buah berwarna kecokelatan, akan pecah ketika tua dan biji akan tersebar. Kayu mentaok mempunyai tekstur yang halus, lunak mudah dikerjakan, berwarna putih kecokelatan, berat jenis 0,54, kelas awet IV-V.

Kayu mentaok banyak dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi bangunan, pensil, instrumen musik, wayang, sarung keris atau wrongko, patung, perkakas rumah tangga, karya seni ukir. Getah yang didapat dari bagian kulit batang dapat dimanfaatkan sebagai obat penyakit disentri. Daun dapat dimanfaatkan sebagai obat anti radang mata, kulit batang dimanfaatkan sebagai koagulan pada industri susu semacam keju tradisional.

Baca Juga: Jelajah Cagar Budaya UGM Lewat Tour De Heritage

Saat ini, pohon mentaok banyak dimanfaatkan oleh penjual tanaman hias sebagai tanaman induk untuk jenis tanaman sambungan atau setek, misalnya, tanaman induk mentaok disambung dengan batang tanaman anting putri atau melati, sehingga menghasilkan tanaman bunga yang indah sebagai tanaman hias. Batang mentaok mudah menyambung dengan batang-batang tanaman lain. Pada jenis-jenis tanaman ini, daun-daun asli mentaok akan dipangkasi, sehingga tidak nampak lagi sebagai pohon mentaok. Hal ini membuat tanaman mentaok semakin tidak dikenal di masyarakat.

Sebagai upaya pelestarian pohon mentaok, Pemerintah Kota Yogyakarta pernah melakukan upaya peremajaan tanaman ini, di antaranya dengan melakukan penanaman pohon mentaok sebagai pembatas jalan di sisi selatan Taman Pintar, dan juga di Pasar Kotagede. Diharapkan, ke depannya, akan semakin upaya pelestarian pohon mentaok ini juga dapat dilakukan pihak-pihak lain, mengingat pentingnya spesies ini sebagai penanda sejarah bagi berdirinya Ngayogyakarta Hadiningrat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *