Perda Rokok Kulon Progo Dikritik Elemen Masyarakat, Desak Adanya Revisi 

dok. Istimewa
dok. Istimewa

seputarjogja.id, Kulon Progo – Sejumlah elemen masyarakat di Kulon Progo mendesak adanya revisi terhadap Peraturan Daerah (Perda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Kehadiran Perda ini dinilai telah merugikan sejumlah pihak mulai dari pelaku usaha, pegiat seni, hingga serikat pekerja.

Desakan tersebut disampaikan oleh Elemen Ekosistem Industri Hasil Tembakau (IHT) Se-Kulon Progo yang beranggotakan pelaku usaha, pegiat seni, tokoh agama, pegiat Event Organizer (EO), dan serikat pekerja. Mereka menyampaikan petisi berisikan 3 poin yang menyoroti soal perda tersebut.

Bacaan Lainnya

Salah satu bagian Elemen Ekosistem IHT Kulon Progo dari unsur UMKM, Setyo Priyono mengatakan tiga poin itu meliputi penolakan terhadap larangan penjualan rokok dengan cara menutup etalase penjualan. Pasalnya, rokok merupakan produk legal dan dinilai turut berkontribusi dalam menggerakkan perekonomian.

“Bahwa kami menolak segala bentuk kesewenang-wenangan dan ketidakadilan yang melarang penjualan produk tembakau atau rokok dengan upaya menutup-nutupi barang dagangan, produk tembakau merupakan barang legal, dan telah berkontribusi bagi penyerapan tenaga kerja, menggerakkan perekonomian daerah, dan penerimaan negara,” ujarnya saat membacakan petisi di Kulon Progo, Senin (24/2/2025).

Adapun poin kedua menolak segala bentuk upaya pelarangan total di Kulon Progo dalam hal pemajangan, iklan, promosi dan sponsor, maupun kemasan rokok polos tanpa identitas merek. Ini dianggap bentuk ketidakadilan dan mengancam mata pencaharian pelaku UMKM rokok.

“Terlebih sudah ada batas umur pengguna yang meningkat menjadi 21 tahun,” ujarnya.

Sedangkan poin terakhir yaitu mendesak Pemkab Kulon Progo membuat peraturan terkait produk hasil tembakau yang adil juga berimbang. Selain itu juga memberikan perlindungan bagi seluruh tenaga kerja di dalamnya termasuk pedagang kecil dan pelaku UMKM yang semata-mata bekerja demi menghidupi ekonomi keluarga.

“Kami berharap agar pemerintah daerah dalam menerapkan kebijakan terkait produk hasil tembakau agar seimbang, menjamin warganya untuk mendapatkan mata pencaharian yang layak sehingga kesejahteran masyarakat dapat terwujud. Dengan demikian, kami tidak menjadi beban tambahan bagi pertumbuhan ekonomi sesuai visi misi asra cita pemerintahan Presiden RI,” ujarnya.

Setyo menegaskan pihaknya tidak menolak kehadiran Perda KTR yang sudah berlaku di Kulon Progo sejak 2014 silam. Namun, pihaknya ingin agar penerapan Perda bisa berimbang dan tidak merugikan pihak-pihak lain yang berkaitan dengan industri rokok.

“Kita tidak anti Perda KTR, tetapi revisi yang berkeadilan salah satunya ketika sponsor bisa masuk, iklan bisa masuk. Ini temen-temen EO kan banyak yang membuat iklan-iklannya, kan bayaran paling gede dari rokok, kemudian teman-teman UMKM kalau enggak ada sponsor rokok sangat berat,” ujarnya.

“Keinginan kami ini revisi bukan menghilangkan,” imbuhnya.

Setyo mengatakan petisi ini akan diserahkan kepada DPRD Kulon Progo untuk bisa ditindaklanjuti. “Rencananya akan segera kami sampaikan dalam waktu dekat ini,” ujarnya.

Sementara itu Wakil Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia DIY, Nurkholis Fauzan, mengatakan Perda KTR seharusnya sebatas mengatur tidak sampai melarang yang berimbas pada kegiatan perekonomian masyarakat. Apabila ada larangan seperti sponsor dan iklan rokok, pihaknya khawatir bisa berimbas pada para pekerja industri rokok.

“Karena di DIY kita tahu semua perusahaan rokok tidak mesin, tapi kretek semua sehingga melibatkan banyak orang, pekerjanya banyak, ada 11.20-an di Kulon Progo. Bayangkan ketika tidak boleh iklan, rokok tidak laku, pasti terjadi PHK besar-besaran. Dari situ apakah pemerintah siap dengan lapangan kerja baru? Jangan sampai Perda KTR ini melarang dan berimbas pada pekerja,” terangnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *