seputarjogja.id, Jogja – Seorang seniman menggelar pameran di toko kacamata dengan memajang karya seni rupa berwarna hitam putih hingga merespons toko dengan mural. Hal itu untuk membuka ruang baru dalam berkesenian dan tidak tergantung pada galeri untuk pameran.
Sang seniman, Nano Warsono (48) menjelaskan bahwa awalnya mendapat tawaran dari pemilik toko kacamata Vherkudara untuk merespons toko dengan seni rupa. Saat itu, kata Nano, sang pemilik toko menyodorkan tema ‘Not From Jogja’.
“Kemudian saya merespons ide itu karena hampir sama ya pemikirannya bahwa identitas itu sangat penting dalam seniman berkarya,” katanya kepada wartawan, Rabu (4/9/2024).
Apalagi, menurut Nano, segala sesuatu yang dilahirkan di Jogja kemudian ingin mencari identitasnya sendiri. Hal tersebut seperti brand dan sebagainya, termasuk juga seniman.
“Sehingga, karena kita berada di Jogja, kita berusaha untuk mencari identitas sendiri meskipun kemudian berusaha tetap mencari napas Jogjanya,” ucapnya.
“Jadi kemudian saya memilih tema sendiri, namanya ‘Jogja Incognita’, Ini dari salah satu idiom dalam sejarah ‘Terra Incognita’ artinya sebenarnya tanah yang tidak diketahui, atau kalau dalam peta itu sebuah tempat yang belum diketahui keberadaannya, atau yang memang masih rawan,” lanjut Nano.
Selanjutnya, Nano mulai mengumpulkan karya masa kuliah dan juga setelah lulus kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Jogja. Selain itu, Nano mulai menggarap mural di toko tersebut.
“Untuk muralnya sendiri saya kerjakan sekitar 5 malam, dan di hari malam ke-6 sih sudah selesai. Kalau pengerjaan lebih banyak mengerjakannya malam hari karena di toko itu kalau hari biasa ramai jadi nggak bisa kerja kan,” ujarnya.
Terkait muralnya yang tidak hanya di tembok namun merespons manekin dan sebagainya, Nano menyebut sebagai adaptasi. Selanjutnya, untuk pemilihan mural untuk karyanya, Nano menilai awal mengenal skena seni rupa Jogja karena terjun di dunia mural.
“Intimasi kita beradaptasi ya, seni itu selalu bersifat cair, jadi bisa beradaptasi di tempat mana pun. Untuk pameran ini sendiri berlangsung selama tiga bulan,” ucapnya.
Sedangkan penggunaan warna hitam putih dalam karyanya, Nano menceritakan bahwa ketika pertama kali datang ke Jogja melihat Jogja dengan seni yang sudah sangat berkembang. Di sisi lain, saat itu dirinya bukanlah siapa-siapa.
“Kemudian saya hanya melakukan hal-hal sederhana, salah satunya yang menggambar dengan hitam putih, kertas. Itu saja, itu model yang paling sederhana bagi saya dan ternyata itu malah justru saya mendapatkan sesuatu yang lebih dari proses sederhana itu,” katanya.
Sehingga bagi Nano harus mencari pijakannya sendiri. Kemudian di sanalah Nano kembali kepada seni yang sangat sederhana, bahwa poinnya adalah hitam dan putih saja.
“Makanya di sini semua karya yang saya tampilkan adalah karya-karya hitam putih,” ujarnya.
Nano juga menceritakan karya di pamerannya ini, di mana karya-karya itu bercerita pengalamannya menjadi seorang seniman yang datang dari luar Jogja. Apalagi saat itu dirinya tidak membayangkan Jogja seperti apa.
“Sehingga ketika saya datang ke Jogja pertama kali itu memang benar-benar memberanikan diri dan kemudian sempat kuliah di ISI. Dan dari sana kemudian saya mulai mengenal Jogja perlahan-lahan,” ucapnya.
Di sisi lain, Nano mengungkapkan alasan mau berpameran di toko kacamata. Menurutnya, hal itu untuk membuka ruang baru.
“Saya kira kolaborasi dengan Vherkudara ini kemudian adalah membuka ruang baru. Kita mencoba untuk, gimana sih seni kalau dihadirkan bukan di galeri, seperti sebenarnya ini jualan kacamata sih, tapi di situ ada seninya,” katanya.
“Dan kita mencoba juga mencari audiens (penonton) yang berbeda dan itu penting sih bagi saya. Karena seni tidak mungkin di situ-situ aja,” lanjut Nano.