Respons Polemik Putusan MK soal Pilkada, Organisasi Advokat Baru Muncul Gaungkan Idealisme

Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia (DePA-RI) saat menggelar launching dan musyawarah nasional (Munas) ke-1 di Kota Jogja. Dok. Redaksi
Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia (DePA-RI) saat menggelar launching dan musyawarah nasional (Munas) ke-1 di Kota Jogja. Dok. Redaksi

seputarjogja.id, Jogja – Mencuatnya polemik pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pilkada membuat sejumlah advokat membuat organisasi baru bernama Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia (DePA-RI). Organisasi tersebut ingin menghapus predikat membela yang semata-mata membayar advokat.

Ketua Umum DePA-RI, Dr. TM Luthfi Yazid mengatakan, bahwa launching dan Musyawarah Nasional (Munas) ke-1 DePA-RI ini melibatkan sejumlah advokat dari seluruh Indonesia. Selain itu juga beberapa pejabat dari penegak hukum, para dosen hukum, guru besar hukum, dan tokoh masyarakat.

“Banyaknya dukungan merupakan suatu kebahagiaan sendiri sekaligus sebagai tanggung jawab dalam membangun DePA-RI ke depan,” katanya kepada wartawan di Kota Jogja, Minggu (25/8/2024).

Yazid mengaku selama ini mencermati secara seksama perkembangan terakhir di tanah air, terutama dalam hal penegakan supremasi hukum dan keadilan (supremacy of law and justice). Menurutnya sudah saatnya semua orang melakukan introspeksi mendalam guna bertanya dalam lubuk hati adakah sesuatu yang keliru dalam penegakan hukum yang dilakukan.

“Lalu apakah mandat Konstitusi, UUD 1945, dalam mewujudkan cita-cita sebagaimana ditekadkan dalam Pasal 1 ayat 3 (negara hukum) dan Pasal 28 D ayat 1 (kepastian hukum yang adil), sebagai pedoman utama itu, telah dilaksanakan,” ujarnya.

Lanjutnya, saat ini yang terpenting fokus dengan apa yang terjadi pekan ini. Di mana hampir di semua wilayah melaksanakan demonstrasi terhadap upaya Baleg DPR RI untuk merevisi UU Pilkada serta berupaya mensubordinasi Konstitusi dengan mencoba menganulir putusan MK No. 60/2024 yang baru saja diputuskan.

“Akibat upaya penjegalan konstitusi, masyarakat, mahasiswa, buruh dan kalangan kampus turun ke jalan melakukan demonstrasi di berbagai daerah dengan mendatangi gedung DPR RI, Gedung DPRD, KPU, KPUD dan berbagai gedung pemerintah lainnya,” ucapnya.

“Akhirnya, setelah demonstrasi yang merebak di mana-mana dan MK menyerukan agar putusan MK dilaksanakan,” lanjut Yazid.

Sehingga lahirnya DePA-RI dapat memberikan warna lain di tengah banyaknya sinisme kepada para advokat di tanah air. Sinisme itu yakni sering disamakan sebagai profesi yang hanya mencari duit dengan kehidupan yang gemerlap namun tidak bersuara saat terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

“Kredo Officium Nobile (profesi terhormat) sering diungkapkan namun sudah tidak lebih sekadar buzzword atau kata-kata yang telah kehilangan ruh dan maknanya DePA-RI tidak hanya berhenti pada level retorika, namun akan melakukan aksi,” katanya.

Seperti halnya, pada bulan Agustus ini DePA-RI bertolak ke Jepang untuk membantu secara probono atau cuma-cuma kasus penipuan ratusan penempatan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Jepang oleh warga negara Indonesia yang berada di Jepang. Para calon TKA dijanjikan pekerjaan di negeri Sakura, setelah menyetor sejumlah uang, ternyata pekerjaan yang dijanjikan bohon belaka.

“Saya juga telah melakukan koordinasi sebelumnya dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo untuk penanganan kasus TKA tersebut. DePA-RI akan terus berkoordinasi dengan KBRI, menjalin kerja sama dengan pengacara di Jepang serta membentuk task force untuk penanganan perkara ini,” ujarnya

“Selama saya memimpin DePA-RI, saya berjanji tidak akan pernah bersikap partisan, namun tetap akan independen, berdiri di semua golongan dan berpijak pada nilai kebenaran dan keadilan. Sekali lagi, saya akan berada ditengah bersama rakyat pencinta kebenaran dan keadilan, tidak ke kanan, tidak ke kiri dan tidak akan membedakan suku, agama, ras, gender serta perbedaan pandangan politik,” imbuh Yazid.

Dekan Fakultas Hukum UMY, Prof. Iwan Satriawan menilai lahirnya DePA-RI karena menghadapi krisis orang-orang yang konsisten memperjuangkan hukum yang berbasis keadilan. Menurut Iwan, di tengah kesulitan itu DePA-RI mencari jalannya sendiri.

“Dan itu hukum alam, ketika terjadi stagnasi dalam upaya untun menegakkan konsep negara hukum. Organisasi lain mungkin mengalami kegundahan lalu Pak Yazid dan kawan-kawan mencoba mencari jalannya sendiri yang diyakini bisa dimaksimalkan menjadi wadah untuk memperjuangkan idealisme mereka,” ucapnya.

Mengingat di negara demokrasi, kata Iwan, setiap orang dan kelompok orang memiliki kebebasan untuk berorganisasi. Namun dengan catatan selama itu sesuai dengan prinsip-prinsip negara dan tujuannya untuk menjadi pilar tegaknya negara hukum Indonesia.

“Jadi di tengah kesulitan, jika ada sekelompok orang yang berusaha melakukan terobosan artinya dia memberikan harapan. Nah kita harus yakin harapan itu ada ketika ada orang yang terus berjuang, itu konteksnya DePA-RI ini,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *