Sleman Ekspor Salak ke Kamboja

dok. Humas Pemkab Sleman
dok. Humas Pemkab Sleman

Sleman, seputarjogja.id – Salak hasil panen petani di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), diekspor ke Kamboja. Pelepasan ekspor secara simbolis dilakukan di Kantor CV Mitra Turindo, Imorejo, Wonokerto, Kapanewon Turi, Sleman.

Wakil Bupati Sleman Danang Maharsa, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY Sugeng Purwanto dan Plt Kepala Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman Suparmono melepas truk kontainer muatan buah salak yang akan di ekspor ke Kamboja, Kamis (26/8).

Bacaan Lainnya

Ketua Paguyuban Petani Salak Pondoh yang tergabung pada CV Mitra Turindo sebagai eksportir salak pondoh, Suroto, menjelaskan ekspor salak sudah dilakukan pihaknya sejak tahun 2017 sebanyak 150 ton. Kemudian pada tahun 2018 meningkat 350 ton dan 2019 mampu mengekspor 650 ton.

Namun pada tahun 2020, ketika pandemi Covid-19 mulai masuk Indonesia, membuat ekspor buah salak menurun menjadi 160 ton saja karena terkendala terbatasnya transportasi untuk ekspor. Perlahan pada tahun 2021 sudah dapat melakukan ekspor kembali melalui jalur laut.

“Alhamdulillah pada tahun 2021 ini perlahan-lahan bisa kembali mengekspor salak ke Kamboja 5 ton per minggu dengan kapal laut, harapannya jalur udara segera dibuka sehingga ekspor dapat meningkat kembali,” jelas Suroto, seperti dalam siaran pers Humas Pemkab Sleman dikutip pada Sabtu 28 Agustus 2021.

Selain transportasi, kendala lainnya dalam pemenuhan kebutuhan ekspor adalah gairah petani salak yang mulai berkurang di Kabupaten Sleman.

“Kami mohon pemerintah daerah maupun dinas terkait untuk dapat membuat program-program yang dapat meningkatkan kembali gairah pertanian salak di Sleman,” kata Suroto.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY Sugeng Purwanto menjelaskan bahwa salak menjadi salah satu dari dua komoditi di DIY yang sudah tembus ekspor.

“Salak Pondoh Sleman dan Gula Semut Kulon Progo menjadi dua komoditas di DIY yang sudah tembus pasar ekspor dengan angka rata-rata Rp 53 miliar per tahun,” kata Sugeng.

Sugeng mengatakan penurunan produktivitas salak menjadi masalah yang harus mendapat perhatian bersama antara Pemprov DIY dan Pemkab Sleman. Selain regenerasi petani, alih fungsi lahan dan usia tanaman yang sudah tua mencapai 20 tahun juga mengakibatkan penurunan produktivitas salak.

“Kami akan bahu-membahu untuk mencoba peremajaan tanaman salak, perluasan lahan dan menarik minat generasi milenial untuk terjun pada hortikultura ini,” tambah Sugeng.

Sementara itu Wakil Bupati Sleman Danang Maharsa menyampaikan bahwa buah salak menjadi salah satu ikon Kabupaten Sleman. Menurutnya luas lahan pertanian salak di Kapanewon Turi, Tempel dan Pakem saat ini kurang lebih 3.000 hektare dan yang masih aktif berkisar 1.500 hingga 2.000 hektare. Dari luas lahan tersebut digarap oleh 34 Kelompok Petani Salak.

Danang mengatakan dengan adanya aktivitas ekspor ini diharapkan mampu membangkitkan lagi semangat petani Salak di Sleman.

“Peluncuran ekspor ini saya harap dapat kembali mendekatkan petani untuk bersemangat meningkatkan produktivitas salak, jika nanti dibutuhkan peremajaan, pendampingan dan lainnya kami (Pemkab Sleman) bersama dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY siap,” ujar Danang.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *