seputarjogja.id, Yogyakarta – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X mengumumkan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DIY tahun 2022 yakni sebesar Rp 1.840.915,53. Jumlah ini naik sebesar Rp 75.915,53 atau 4,30% dibandingkan UMP 2021.
Penetapan disampaikan Sri Sultan dari Gedhong Wilis, Kompleks Kepatihan, Jumat (19/11) siang. Sri Sultan yang didampingi Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji dan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY Aria Nugrahadi, mengatakan bahwa penetapan UMP dan UMK Kabupaten/Kota dari tiga pedoman.
“Pedomannya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah No. 36/2021 tentang Pengupahan, dan Surat Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor B-M/383/HI.01.00/XI/2021 tentang Penyampaian Data Perekonomian dan Ketenagakerjaan dalam Penetapan Upah Minimum Tahun 2022,” jelas Sri Sultan dalam siaran pers Humas Pemda DIY, Jumat 19 November 2021.
Penetapan besaran UMP DIY tahun 2022 ini resmi ditetapkan melalui Surat Keputusan Gubernur DIY No.372/KEP/2021 tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi tahun 2022. Sedangkan untuk besaran UMK Kabupaten/Kota tahun 2022, ditetapkan melalui SK/373/KEP/2021 tentang Penetapan Upah Minimun Kabupaten/Kota tahun 2022.
Lebih lanjut, Sri Sultan mengatakan bahwa terdapat perbedaan pada perhitungan UMP 2021 dengan 2022.
“Ada pola perhitungan untuk menghitung UMP ataupun UMK. Jadi sesuai dengan PP No.36/2021, dihitung berdasarkan pola perhitungan data BPS meliputi pertumbuhan ekonomi (inflasi), rata-rata konsumsi per kapita, banyaknya anggota rumah tangga, dan banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja,” tukas Sri Sultan.
Sri Sultan menambahkan, bahwa di dalam Keputusan Gubernur sesuai peraturan yang berlaku, terdapat penambahan klausul yakni tidak boleh ditangguhkan.
“Pengusaha dilarang membayar upah di bawah Upah Minimum Kabupaten/Kota serta tidak melakukan penangguhan pembayaran Upah Minimum Kabupaten/Kota Tahun 2022. Karena jika itu diakukan akan ada aturan hukumnya sendiri. Konsekuensi juga kalau tidak dibayar atau ditangguhkan,” jelas Sri Sultan.
Terkait sanksi, dapat dipelajari lebih rinci pada peraturan perundangan yang bersangkutan.
“Kami tidak perlu masukkan (sanksi) apa saja yang ada, yang penting dengan begitu, saya ingin mengingatkan ke pengusaha untuk mau melihat peraturan yang ada. Baik yang sifatnya administratif maupun yang melanggar ketentuan yang telah diputuskan,” tambah Sri Sultan.
Adapun UMK Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan ini akan diberlakukan mulai 1 Januari 2022. Besaran UMK Kabupaten/Kota di DIY, jumlah tertinggi adalah UMK di Kota Yogyakarta dan terendah di Kabupaten Gunungkidul. Terjadi penurunan kesenjangan besaran upah di kedua wilayah tersebut sebesar 15,2% jika dibandingkan dengan tahun 2021.
Angka peningkatan tertinggi untuk UMK tahun 2022 berada di Kabupaten Gunungkidul yakni sebesar Rp 130.000 sehingga menjadi Rp 1.900.000 atau meningkat 7,34% dibanding tahun 2021. Meski demikian, jumlah UMK Gunungkidul merupakan yang terendah dibandingkan dengan UMK empat Kabupaten/Kota lainnya. Untuk UMK tertinggi tahun 2022 adalah Kota Yogyakarta sebesar Rp 2.153.970. Angka ini naik 4,08% atau Rp 84.440 dibandingkan tahun 2021.
Sementara, UMK Kabupaten/Kota berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari satu tahun pada perusahaan bersangkutan. Pengusaha juga wajib menyusun dan menerapkan struktur dan skala upah di perusahaan, sehingga upah bagi pekerja buruh dengan masa kerja satu tahun/lebih berpedoman pada struktur dan skala upah. Hal ini merupakan salah satu upaya peningkatan kesejahteraan bagi pekerja dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas.
“Kita sendiri yang harus mengembangkan potensi, ada yang investasi dan sebagainya. Sehingga kemampuan dan pertumbuhannya juga makin baik. Kalau Yogya tidak ada investasi, kita perkirakan pertumbuhan kuartal keempat itu jadi 4,30 persen. Jadi bagi yang inflasi tinggi atau pertumbuhan ekonomi rendah, maka UMK akan rendah,” tegas Sri Sultan.
Terdapat perbedaan pada perhitungan, kalau kemarin inflasi nasional, kalau sekarang inflasi dan pertumbuhan ekonomi provinsi.
“Harapan saya kondisi seperti itu, pengusaha sudah membayar mahal, buruh juga harus tingkatkan produktivitasnya. Buruh harus lebih terampil dan punya kemauan keras. Kalau tidak makin kualitatif, penghasilannya juga rendah, Ya, tergantung daerah itu mau tumbuh atau nggak,” tutup Sri Sultan.
Sementara itu, Kepala Disnakertrans DIY Aria Nugrahadi mengaku hingga saat ini pihaknya belum menerima laporan penangguhan dari pengusaha.
“Namun kalau adanya aduan pekerja yang tidak dibayar sesuai UMK itu kami dapat. Kalau permohonan penangguhan kami tidak (menerima),” kata Aria.
Aria mengatakan telah ada 569 aduan yang diterima terkait dengan permasalahan dunia kerja.
“Dari jumlah itu, lebih dari 400 aduan sudah kami tindak lanjuti. Itu bukan hanya masalah pengupahan ya, tetapi banyak permasalahan tenaga kerja lainnya,” ujarnya.
Menurut Aria, ia akan terus melalukan pengawasan untuk mengurangi aduan pekerja yang dibayar di bawah UMK.
“Kalau masih ada yang dibayar di bawah UMK, ya jelas kembali lagi regulasinya dipatuhi. Nantinya ada penegakan, harus ada pengawasan dari preventif edukatif sampai dengan represif baik yudisial maupun nonyudisial,” pungkasnya.