Kata Pakar Instiper Jogja soal Perhutanan Sosial

Direktur Pusat Sains Lanskap Berkelanjutan Instiper Jogja, Agus Setyarso.
Direktur Pusat Sains Lanskap Berkelanjutan Instiper Jogja, Agus Setyarso.

seputarjogja.id, Bantul – Direktur Pusat Sains Lanskap Berkelanjutan Instiper Jogja, Agus Setyarso menilai program perhutanan sosial tidak akan berhasil jika tidak dilakukan pendampingan dari ahli di bidangnya. Pasalnya masyarakat yang mendapat lahan untuk kelola hanya ingin uang secara instan.

“Perhutanan sosial kemungkinan tidak berhasil. Alasannya adalah program pemerintah untuk perhutanan sosial yang paling prioritas itu membagikan lahan pada masyarakat,” katanya kepada wartawan di Banguntapan, Bantul, Jumat (1/8/2025).

Selanjutnya, masyarakat atau kelompok yang mendapatkan surat keputusan (SK) pengelolaan hutan belum tentu bisa mengelolanya.

“Kalau dia sudah dapat SK, kelompok atau masyarakat desa dapat 1.000 hektare, 600 hektare mereka mau apa? Tidak ada yang dampingi, mereka mau apa,” ucapnya.

Baca Juga: Mengenal Sistem Referensi Geospasial

Menurutnya, jika tidak ada pendampingan terkait pengelolaan hutan semua itu hanya akan sia-sia. Mengingat masyarakat atau kelompok yang mendapatkan SK pengelolaan hutan hanya akan mengandalkan investor dan selama menunggu investor lahan tersebut malah tidak produktif.

“Karena enggak ada yang dampingi, yang sebagian besar mereka lakukan adalah menunggu kalau ada investor mau nanam apa, investor mau bikin apa, yang itu lalu banyak yang lahan-lahan yang menganggur,” ujarnya.

Sehingga Agus menilai jika hal tersebut berlarut-larut maka program perhutanan sosial akan berujung gagal. Apalagi, jika masyarakat atau kelompok yang mendapatkan izin pengelolaan hutan itu tak kunjung mendapat pemasukan.

“Itu kegagalan ya. Selama area perhutanan sosial itu tidak mendatangkan uang ke saku masyarakat, itu pasti gagal. Kenapa pasti gagal? Karena masyarakat kan selama ini kalau di luar Jawa, masyarakat kan juga sudah punya tanah sendiri dan dikasih tambahan 500 hektar, 1.000 hektare untuk apa? Kalau tidak untuk tambahan duit,” katanya.

Agus juga mengungkapkan dapak terburuk dari gagalnya perhutanan sosial, salah satunya akan mempengaruhi iklim. Selain itu musim tanam akan bergeser karena lahan yang terlalu banyak dianggurkan.

“Perubahan iklim, jadi dari perubahan iklim itu misalkan suhu naik 2 derajat celcius, kemudian musim tanan bergeser 2 bulan,” ucapnya.

Yang kedua, lanjut Agus, adalah masyarakat tidak siap. Agus mencontohkan, apabila hujan terlalu banyak yang belum waktunya akan berdampak pada pertumbuhan tanaman. Seperti halnya waktunya jagung berbunga akhirnya malah jagung tidak jadi berbunga.

“Yang salah satu kita pernah kalau dampingi masyarakat itu kalau jagung tidak berbunga, kita dagang makanan ternak dari daun jagung. Itu yang diupayakan. Kita tidak bisa bergantung pada komoditas buah jagung, jadi itu pentingnya pendampingan,” ujarnya.

Baca Juga: Bahas Alternatif Pengganti Energi Fosil, UGM Gelar Summer Course

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *